Waktu Nayla


Judul buku : Waktu Nayla, Cerpen Pilihan KOMPAS 2003
Penyunting : Kenedi Nurhan
Penerbit : Kompas, Jakarta
Cetakan : II, September 2004
Halaman : xxxviii + 206 halaman
Ukuran : 14 cm x 21 cm
Harga : Rp 40.000,-

Pergulatan politik, penindasan HAM, arah emansipasi wanita yang makin samar, dan segala macam carut-marut kehidupan telah mewarnai dunia di era globalisasi yang selalu kita banggakan ini. Apabila kita tidak dapat beradaptasi dengan baik, kita hanya akan membuat pembangunan di negara ini mandul secara langsung maupun tidak langsung. Ketimpangan-ketimpangan yang muncul saat ini telah dapat mencerminkan ketidakmampuan dan begitu bodohnya kita dalam mengikuti perkembangan dan revolusi kehidupan. Korupsi yang serasa telah menjadi suatu kebutuhan, ketidakhormatan terhadap hak dan martabat wanita yang makin menggebu-gebu, kemiskinan dan keterpurukan yang terpaksa menjadi pemandangan kita sehari-hari, dan segala pasang surut kehidupan terpotret sendu dalam Waktu Nayla, Cerpen Pilihan KOMPAS 2003. Satu lagi antologi cerpen persembahan Kompas yang sarat akan ritme kehidupan.
Waktu Nayla, sebuah buku yang menyuguhkan kreatifitas dari para cerpenis Indonesia yang luar biasa, dengan gayanya sendiri-sendiri mereka memberi warna cerpen Indonesia. Hal itu dapat dirasakan dari penggarapan alur, setting, penokohan, sudut pandang, dan daya ekspresi yang kuat, kepandaian mereka dalam mengolah tema, serta pemikiran fantastis dalam penggarapan sebuah karya, sehingga membuat penikmat cerpen berpikir bahwa mereka memang pantas disebut cerpenis Indonesia yang berkualitas.
Sebut saja “Waktu Nayla”, sebuah cerpan karya Djenar Maesa Ayu, ‘bendolan’ dari antologi cerpen ini, tema yang dipilih dalam cerpen ini begitu sederhana yaitu mengenai keterkaitan waktu dan kematian, tetapi dengan penggarapan alur dan daya ekspresi yang matang menjadikan pembaca terus dipaksa membaca kisah ini sampai tuntas, salah satu hal sulit dalam membuat sebuah cerpen, yang mungkin menjadi salah satu pertimbangan yang membuat cerpen ini dipilih sebagai cerpen terbaik. Atau pada cerpen “Legenda Wongasu”nya Seno Gumira Atmadja yang menggunakan alur dan struktur cerita yang unik, pengarang menempatkan pola cerita yang kisah intinya pada nyatanya hanya sebuah dongengan seorang tukang cerita. Hal lain yang istimewa dari antologi cerpen ini adalah beberapa pengarang mencoba mengambil setting tempat di luar negeri, sehingga menambah wawasan pembaca mengenai budaya-budaya asing melalui rangkaian kalimat cerdas para cerpenis, seperti pada cerpen “Panikov” yang bersetting di Uni Soviet(Rusia) atau pada cerpen ”Mata Sunyi Perempuan Takroni” yang bercerita tentang kehidupan takroni (sebutan bagi imigran Afrika yang tak mungkin kembali ke tanah asal, namun juga tak mungkin menjadi warga Negara Kerajaan Arab Saudi).
Kepekaan dan keperdulian dalam mengkritisi fenomena yang terjadi merupakan salah satu modal yang harus dimiliki seorang cerpenis untuk menyajikan cerpen yang benar-benar berkualitas, karena cerpen yang baik (mempunyai nilai lebih) adalah cerpen yang tidak hanya untuk dibaca namun juga harus mengandung nilai-nilai sebagai perenungan pembaca. Jurus itu banyak digunakan dalam antologi cerpen kompas kali ini, seperti dalam cerpen “Perempuan Semua Orang”, “Waktu Nayla”, “Mata Sunyi Perempuan Takroni”, “Sinar Mata Ibu”,dan “Ode untuk Sebuah KTP”,yang semuanya membicarakan perjuangan wanita. Pergulatan politik, diskriminasi, kemiskinan, serta kemerosotan moral bangsa dipaparkan dalam cerpen “Legenda Wongasu”, “Batas”, “Rumah Baru”, “Ode untuk Sebuah KTP”, “Perempuan Semua Orang”. Di saat adat dan tradisi secara tidak langung dikikis pada era modern ini, beberapa pengarang mencoba berkisah tentang fenomena adat yang terjadi, dapat dibaca pada cerpen “Rumah makam” dan “Batas”.
Rata-rata cerpen-cerpen dalam buku ini berusaha untuk menghilangkan atau mematikan kekuatan antagonis dan penggarapan konflik yang belum optimal. Tokoh yang menjadi sumber konflik dibunuh, dihilangkan, dimunculkan sebagai roh, atau dimayakan sehingga terkesan bahwa pengarang tidak mau berlama-lama menggarap konflik yang terjadi. Hal tersebut menjadikan konflik yang tumbuh dirasa tidak optimal.
Terlepas dari hal tersebut, antologi cerpen ini tetap mempunyai nilai lebih, dapat dilihat dari upaya para pengarang dalam melukiskan wajah Indonesia dari waktu ke waktu dalam rangkaian kalimat cerdas mereka. Sehingga dapat dikatakan buku ini merupakan album foto penuh makna dari pasang surut kehidupan bangsa yang tengah menghadapi krisis multidimensi saat ini. Bila kita memang ingin mengetahui dan menemukan arti hidup lebih luas, terlebih dahulu terjemahkan makna dari nilai-nilai yang terkandung dalam buku ini.

sumber: http://seindahyula.blogspot.com/2009/01/resensi-waktu-nayla-cerpen-pilihan_07.html?showComment=1234167540000#c3982980048682089412

0 komentar: